var addthis_config = {"data_track_addressbar":true};

toneng.blogspot.com

Minggu, 23 Oktober 2011

Pelestarian dan Perlidungan Tentang Benda Cagar Budaya

Eko Nugroho


Pendahuluan


Benda Cagar Budaya merupakan kekayaan bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu di lindungi dan di lestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa, daerah dan kepentingan nasional. Bahasa yang tertera diatasmerupakan bunyi dari  pertimbangan UU no.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
            
Pentingnya perlindungan dan pelestarian warisan budaya dan sejarah ini juga menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat internasional. Hal ini dapat di lihat dalam Laporan Kongres PBB ke VII tentang pencegahan Kejahatan dan pembinaan  Narapidana di Navana, Cuba, tanggal 27 Agustus s/d September 1990 yang antara lain menyangkut :
1.    Pencurian / penyelundupan barang-barang kebudayaan berharga.
2.    Kelengkapan peraturan perundang-undangan dalam rangka memberikan perlindungan dengan barang-barang peninggalan budaya.
3.    Perlawanan terhadap lalu lintas internasional atas barang-barang.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan budaya. Menurut Arsin Nalam, tujuan pelestarian benda-benda kuno adalah agar masyarakat dapat memahami sejarah, sekaligus juga menghargai karya cipta yang melekat pada benda kuno, sedangkan kecintaan nasional dan daerah terhadap benda-benda kuno akan menumbuhkan harga diri bangsa dan daerah . pemahaman sejarah tanpa bentuk nyata akan sulit menumbuhkan kebanggaan nasional.

Pada tanggal 24 Nopember 2010 lahirlah Undang-undang baru yaitu UU No. 11  Tahun 2010 untuk menciptakan tatanan yang baru dalam usaha pemerintah untuk melestarikan warisan budaya bangsa ini. Mengingat UU No. 5 Tahun 1992 tentang cagar budaya sudah tidak bisa lagi memenuhi tuntutan pelestarian pelestarian warisan budaya yang terus di ancam oleh pembangunan yang tidak memperhatikan nilai-nilai budaya dan dapat menghilangkan jati diri bangsa dan daerah. Oleh sebab itulah dengan disahkannya Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dapat terlihat bagaimana keseriusan pemerintah dalam melestarikan warisan Budaya dengan membentuk payung hukum yang jelas dan pasti.

Pelestarian dalam konteks ini tidak hanya sebatas memberikan perlindungan saja tetapi juga melakukan pengembangan dan pemanfaatan yang pada akhirnya dapat memberikan peranan dalam memperkuat pengamalan Pancasila,memperkuat kepribadian bangsa, daerah dan kebanggaan Nasional, memperkukuh persatuan bangsa, meningkatkan kualitas hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa.

Usaha ini tidaklah cukup apabila tidak di barengi dengan kerja sama berbagai pihak. Oleh sebab itu keterlibatan Pemerintah Pusat,Daerah serta peran masyarakat mendapat porsi didalam Undang-undang ini.

Pihak lain yang turut berperan adalah badan hukum seperti BUMS (Badan Usaha Milik Swasta). Peranan positif di berikan secara khusus di dalam pasal 97 (4) dimana dunia usaha juga dapat mengelola kawasan cagar budaya. Di sisi lain ada BUMS yang sering kali mengancam pelestarian cagar budaya. Ancaman yang di maksud adalah pembangunan fisik dan/atau eksplorasi fisik terhadap suatu kawasan cagar budaya yang adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau dan memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Karena merupakan suatu tata ruang yang mempunyai batas-batas tertentu, kawasan cagar budaya harus mempunyai zonasi (mintakat) demi perlindungannya.

Selama ini pembangunan yang terjadi yang mengutamakan pertumbuhan Ekonomi telah menghasilkan perubahan dan kemakmuran ekonomi besar-besaran, namun demikian di sisi lain pembangunan telah mengorbankan lingkungan  alam dan warisan budaya begitu luar biasa.

Warisan budaya itu berupa bangunan-bangunan kuno dan peninggalan-peninggalan lainnya, yang kita kenal sebagai Benda Cagar Budaya yang menandai Tata nilai, perjalanan, sejarah dan tradisi sebuah bangsa atau daerah yang secara kognitif dan cultural menjadi memori bangsa/daerah, baik secara komunitas,kelompok atau masyarakat.

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki beberapa Benda Cagar Budaya (BCB) seperti, Istana Kembar,Istana Karang,Eks Kantor Wedana Kualasimpang serta Pertokoan yang ada di kawasan Kota Kualasimpang dan situs-situs yang lainnya.

Seperti halnya sekarang ini banyak pertokoan di kualasimpang telah di rubah sedemikian rupa sehingga arsitektur dan ciri khas dari kota kualasimpang telah hilang dan beralih fungsi menjadi ruko dengan arsitektur yang modren dan juga menjadi tempat penangkaran burung wallet.

Draf qanun mengenai perlindungan Benda Cagar Budaya (BCB) atau situs merupakan hal yang sangat positif bagi pelestarian dan perlindungan peninggalan sejarah dan kekayaan budaya yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang ini, seperti halnya daerah lain qanun atau perda tentang benda cagar budaya sudah lama di terapkan atau di implemtasikan, sebagai contoh pulau jawa yaitu Pemkot semarang ada keputusan walikotamadya ,kepala daerah daerah tingkat II semarang no. 646/50/1992 tentang konservasi Bangunan-bangunan Kuno/bersejarah di wilayah kotamadya daerah tingkat II semarang dan perda No.8/2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Kota Lama semarang, kemudian di Pemprof Jawa Barat telah memiliki perda No. 7/2003 tentang pengelolaan Kepurbakalaan,Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum. Kemudian di pulau Sumatra di daerah Pangkal Pinang sudah mulai akan menerapkan Perda tentang Benda Cagar Budaya.
           
Namun yang terpenting dari pembuatan perda atau qanun tersebut nanti hendaklah tidak hanya sekedar tempat legalitas saja untuk menetapkan beberapa peninggalan sejarah saja sebagai Benda Cagar Budaya, sementara upaya pelestarian dan perlindungannya tidak ada sama sekali.  Setidak-tidaknya sudah harus di mulai dari sekarang kita harus melindungi benda-benda cagar budaya yang selama ini hanya banyak yang di bongkar, di gusur, rusak dan di telantarkan, hilang dan mengalami alih fungsi. Kiranya kesadaran pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten dan masyarakatnya akan perlunya melindungi, menghargai, melestarikan, dan memanfaatkan benda cagar budaya harus segera di tindak lanjuti dengan langkah-langkah kongkrit beserta implementasinya dengan partisifasi masyarakatnya.



Dasar Hukum

Dasar hukum mengenai Benda Cagara Budaya sejak jaman penjajahan belanda sudah ada yang pertama sekali yaitu Monumenten Ordonantie 1931 (Stbl. No. 238 tahun 1931), yang lazim di singkat M.O. ini kemudian dig anti dengan UU No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya, peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut adalah PP No. 10/1993. Kemudian diganti lagi dengan UU No. 11 tahun 2010. Sementara di dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh juga telah di atur tentang Benda Cagar Budaya hal ini termuat dalam Bab XXXI tentang Kebudayaan dan di jelaskan pada Pasal 221 ayat (3) dan Pasal 222 ayat ayat (1),(2).

Adapun ketentuan pidananya  di dalam UU No. 11 tahun 2010 adalah:

Pasal  101  berbunyi :

Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pasal 17 ayat (1) di pidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (Tiga) bulan dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 400.000.000.- (Empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000.000.- (Satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 102 berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) dipidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun dan/atau denda paling sedikit  Rp. 500.000.000.- (Lima ratus juta rupiah)

Pasal 103 berbunyi :
Setiap orang yang tanpa ijin pemerintah atau pemerintah daerah melakukan pencarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (Tiga) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000000.- (Seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (Satu miliar rupiah).

Pasal 104 berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan Upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 (lima puluh lima) di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000.- (Sepuluh juta rupiah) dan paling bayak Rp. 500.000.000.- (Lima ratus juta rupiah).

Pasal 105  berbunyi :
Setiap orang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana di maksud dalam pasal 66 ayat (1) di pidana  dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) Tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 500.000.000.- (Lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000.- (Lima miliar rupiah).



Pasal 106 berbunyi :
1.    setiap orang yang mencuri Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) dipidana penjara paling singkat 6 (Enam) bulan dan paling lama 10 (Sepuluh)  dan/atau denda paling sedikit Rp. 250.000.000.- (Dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000.- (Dua miliar lima ratus juta rupiah).
2.    Setiap orang yang menadah hasil pencurian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas ) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1,000.000.000.- (Satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000.- (Sepuluh miliar rupiah).

Pasal 107 berbunyi :
Setiap orang yang tanpa izin menteri, gubenur atau bupati/wali kota memindahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (Tiga) bulan dan paling lama 2 (Dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000.- (Seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (Satu miliar rupiah).

Pasal 108 berbunyi :
Setiap orang yang tanpa izin menteri, gubenur, atau bupati/walikota memisahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (Sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah)danpaling banyak Rp. 2.500.000.000,- (Dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 109 berbunyi :
1. Setiap orang yang tanpa izin Menteri, membawa Cagar Budaya ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (Enam) bulan dan paling lama 10 (Sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000.- (Dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000.000,- (Satu milyar lima ratus juta rupiah).
 2  Setiap orang yang tanpa izin gubernur atau bupati/wali kota, membawa Cagar Budaya keluar wilayah provinsi atau kabupaten/kota sebagaimana di maksud dalam pasal 69 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (Satu juta rupiah).

Pasal 110 berbunyi :
Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur atau bupati/wali kota mengubah fungsi ruang Situs Cagar  Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya sebagaimana di maksud dalam pasal 81 ayat (1) di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima)tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu milyar rupiah).




Pasal 111 berbunyi :

Setiap orang yang tanpa izin pemilik dan/atau yang menguasainya, mendokumentasikan Cagar Budaya sebagaimana di maksud dalam pasal 92 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah).

Pasal 112 berbunyi :

Setiap orang yang dengan sengaja memanfaatkan Cagar Budaya dengan cara perbanyakan sebagaimana di maksud dalam pasal 93 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah).

Pasal 113 berbunyi :

1.  Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha berbadan hokum dan/atau badan usaha bukan berbadan hokum di jatuhkan kepada :
        a. badan usaha; dan/atau
        b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana.
 2. Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha berbadan hokum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dipidana dengan di tambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda sebagaimana di maksud dalam pasal 101 sampai dengan pasal 112.
 3.  Tindak pidana yang dilakukan orang yang memberi perintah untuk untuk melakukan tindak pidana dipidana dengan di tambah 1/3 (sepertiga) dari pidana sebagaimana di maksud dalam pasal 101 sampai dengan pasal 112.



Pasal 114 berbunyi :
Jika pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang di berikan kepadanya karena jabatannya terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya dapat di tambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 115 berbunyi :

1.          Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana di maksud dalam pasal 101 sampai dengan  114 di kenai tindakan pidana tambahan berupa :
        a. kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri dan/atau,
        b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.
 2     Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum di kenai tindakan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.

Sasaran  Yang Ingin di Wujudkan

Adapun Sasaran yang ingin di wujudkan adalah :

1.    Melestarikan Warisan Budaya bangsa/daerah dan warisan umat manusia.
2.    Meningkatkan harkat dan martabat bangsa/daerah dengan Cagar Budaya.
3.    Memperkuat kepribadian bangsa/daerah.
4.    Meningkatkan kesejahteraan rakyat/warga masyarakat.
5.    Mempromosikan wrisan budaya bangsa/daerah kepada masyarakat internasional.
6.    Benda Cagar Budaya tesebut dapat di manfaatkan untuk kepentingan Agama, Sosial, Pariwisata, Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan.
7.    Pelestarian dan Pemanfaatan bangunan kuno di sebabkan karena Bangunan tersebut bernilai Seni (Seni Bangunan/Arsitektur, Seni Rupa dsb) dan Benda Cagar Budaya bernilai sejarah (berumur lama), nilai-nilai yang lainnya dalam keilmuandan kebudayaan tentunya melekat bersama nilai-nilai memorial dan nilai-nilai masa sekarang.
8.    Melindungi,merawat, melestarikan Benda-benda ataupun bangunan-bangunan kuno yang berada di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Tamiang. Sebagai contoh Kawasan Perkotaan Kualasimpang yang Bangunanya telah di dirikan pada tanggal 28 Oktober 1928.
9.    Menjadikan  Benda Cagar Budaya sebagai symbol – symbol kebudayaan yang baik bagi daerah ini khususnya dan Profinsi Aceh pada umumnya.
10. Menjadi objek wisata local atau manca Negara sehingga mendatang Pendapatan Asli Daerah dari sector pariwisata.selain itu juga dapat menumbuhkan tingkat perekonomian masyarakat.
11. Menjadikan bahan untuk ilmu pengetahuan dan pengembangan study tentang Tata Ruang Kota atau perencanaan kota  dan  design bangunan atau Arsitektur yang bercirikan bermatra Tropis.

Pokok Pikiran, Lingkup atau Objek yang akan di atur

Pokok Pikiran Meliputi :

1.    Bahwa  cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa/daerah sebagai wujud pemikiran dan prilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, daerah, berbangsa dan bernegara sehingga perlu di lestarikan dan di kelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional dan daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.    Bahwa untuk melestarikan cagar budaya, daerah dan Negara bertanggung jawab dalam pengaturan dan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya.
3.    Cagar budaya merupakan benda, bangunan, situs, dan kawasan perlu di kelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya.
4.    Dengan adanya perubahan paradigm pelestarian cagar budaya, di perlukan keseimbangan aspek idiologis, akademis, ekologis dan ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Lingkup atau Obyek yang akan di atur meliputi :

Lingkup Pelestarian Cagar Budaya meliputi perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya baik di darat maupun di laut.

KETENTUAN UMUM TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

Di dalam ketentuan umum ini yang di maksud dengan :

1.    Cagar budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya baik di darat dan di air yang perlu di lestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
2.    Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan perkembangan sejarah manusia.
3.    Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap.
4.    Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
5.    Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagara budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
6.    Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruangan geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan cirri tata ruang yang khas.
7.    Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap cagar budaya dengan tetap memperhatikan fungsi social dan kewajiban untuk melestarikannya.
8.    Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang untuk mengelola cagar budaya dengan tetap memperhatikan fungsi social dan kewajiban untuk melestarikannya.
9.    Dikuasai oleh Negara adalah kewenangan tertinggi yang di miliki oleh Negara dalam menyelenggarakan pengaturan pembuatan hukum  berkenaan dengan pelestarian Benda Cagar Budaya.
10. Pengalihan adalah proses pemindahaan hak kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada Negara.
11. Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
12. Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan atau bentuk lain bersifat nondana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
13. Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompentensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.
14. Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang perlindungan, pengembangan, atau pemanfaatan Cagar Budaya.
15. Curator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggung jawab  pengelolaan koleksi museum.
16. Pendaftaran adalah upaya pencatan benda, bangunan,struktur,lokasi dan/atau satuan ruang geografis untuk di usulkan sebagai Cagar Budaya kepada pemerintah Kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar negeri dan selanjutnya dimasukan kedalam register Nasinal Cagar Budaya.
17. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.
18. Register Nasional Cagar Budaya adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan diluar negri.
19. Penghapusan adalah tindakan menghapus status Cagar Budaya dari Register Nasional Cagar Budaya.
20. Cagar Budaya Nasional adalah Cagar Budaya peringkat Nasional yang di tetapkan menteri sebagai prioritas nasional.
21. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi dan mengembangkan dan memanfaatkan Cagar Budayamelalui kebijakan pengaturan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
22. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan.
23. Pelindungan adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.
24. Penyelematan adalah upaya untuk menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran atau kemusnahan.
25. Pengamanan adalah upaya untuk menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.
26. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.
27. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.
28. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak  sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau tehnik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
29. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya, melalui penelitian, Revitalisasi dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.
30. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang di lakukan menurut kaedah dan metode yang sistematis untuk memperoleh system informasi, data dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan dan pengembangan kebudayaan.
31. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip  pelestarian dan nilai budaya masyarkat.
32. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai

KRITERIA CAGAR BUDAYA

1.    Benda, Bangunan dan Struktur.

       Benda, Bangunan dan struktur dapat di usulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi criteria :

a.    Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih.
b.    Mewakili masa gaya paling singkat  berusia 50 (Lima puluh) tahun atau lebih.
c.    Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama, pendidikan dan/atau kebudayaan.
d.    Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Benda Cagar Budaya dapat berupa :
a.    Benda Alam dan/atau benda buatan manusia yang di manfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa bio data yang dapat di hubungkan dengan sejarah manusia.
b.    Bersifat bergerak atau tidak bergerak.
c.    Merupakan satu kesatuan atau kelompok.

Bangunan Cagar Budaya dapat berupa :
a.    Berunsur tunggal atau banyak.
b.    Berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.

Struktur Cagar Budaya dapat berupa :
a.    Berunsur tunggal atau banyak.
b.    Sebagian atau seluruhnya menyatu dengan alam.

2.    Situs dan Kawasan

Lokasi dapat di tetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila :

a.    Mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya.
b.    Menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa dahulu.

Satuan ruang geografis dapat di tetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya apabila :

a.    Mengandung 2 (dua) Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan.
b.    Berupa landskap budaya hasil bentukan manusia paling sedikit berusia 50 (lima puluh) tahun.
c.    Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu dan paling sedikit berusia 50 (lima puluh) tahun.
d.    Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas.
e.    Memperlihatkan bukti pembentukan landskip budaya.
f.     Memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan Fosil.

Benda, Bangunan, Struktur atau Lokasi, atau ruang geografis yang atas dasar penelitian yang memiliki arti khusus bagi masyarakat daerah atau bangsa Indonesia, tetapi tidak memenuhi criteria Cagar Budaya sebagai mana yg di terangkan di atas atau tercermin dalam pasal 5 sampai dengan pasal 10 di dalam undan-undang No 11  Tahun 2010 dapat di usulkan sebagai Cagar Budaya.

TINJAUAN EKONOMI

Dengan melestarikan bangunan-bangunan tua, maka sedikit banyaknya memberikan manfaat yang berarti bagi kehidupan masyarakatdilingkungannya.

Penutup

Setidak-tidaknya sejak era Tamiang menjadi sebuah Kabupaten Benda atau Situs Cagar Budaya mengalami pembongkaran, rusak,terlantar dan beralih fungsi. Kiranya kesadaran pemerintahan Kabupaten Tamiang, Provinsi dan masyarakat akan perlunya melindungi, menghargai, melestarikan dan memanfaatkan Benda, situs, Lokasi Cagar Budaya harus segera di tindak lanjuti dengan langkah-langkah konkrit serta implementasi kebijakan atau yang lainnya dan peran serta masyarkat untuk mendukung Pelestarian Benda,Situs, dan Lokasi Cagar Budaya. (eko)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar