PRESS RELEASE
PTP.NUSANTARA - I (PERSERO)
04 Juni 2012
Langsa – Kematian dua ekor gajah di areal PTPN I Provinsi Aceh yang menjadi pemberitaan diberbagai media masa cetak dan elektronik dalam beberapa hari ini, seolah-olah disangka PTPN I sebagai biang dari kematian satwa yang dilindungi oleh Negara ini.
Humas PTPN I, Adi Yusfan, menegaskan bahwa PTPN I tidak meracuni gajah hingga mati, namun membenarkan adanya dua ekor gajah yang mati di areal PTPN I tepatnya di areal tanaman kelapa sawit tahun 1991 blok 75 Ujung Senja Afdeling VIII, Kebun Tualang Sawit – Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh. Adi Yusfan menambahkan keterangan bahwa Afdeling VIII Kebun Tualang Sawit berdekatan dengan desa Alur Labu yang berpenduduk ± 200 KK. “Memang benar ada dua ekor gajah yang mati diareal PTPN I, tapi bukan berarti kematian satwa yang dilindungi itu dilakukan oleh pihak PTPN I.” ungkap Adi.
Adi Yusfan menjelaskan lebih lanjut bahwa saat mendapat informasi adanya gajah mati Asisten Kepala Wilayah B Tualang Sawit, M Nizaruddin beserta asisten dan mandor satu afdeling VIII, Selasa, (29/5) langsung menuju lokasi tempat gajah mati tersebut. Disana didapati gajah yang telah mati, dan diduga kematiannya disebabkan oleh racun. Pada hari yang sama M Nizaruddin kembali ke lokasi gajah mati bersama tim Risk Management (manajemen Risiko) Kantor Pusat. Kejadian ini segera dilaporkan kepada Manajer Kebun Tualang Sawit. Manajer Kebun Tualang Sawit, Rounsment Moudar dan rombongan pun segera menuju lokasi gajah mati di blok 75 tersebut.
”PTPN I sangat menyayangkan kematian gajah tersebut, apalagi gajah adalah merupakan satwa yang dilindungi oleh negara. Ini adalah perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, apalagi pada tanggal 1 Juni 2012 gading gajah tersebut pun telah hilang. Jadi dapat disimpulkan bahwa kematian gajah tersebut bukan diracuni oleh PTPN I, hanya kebetulan saja gajah tersebut matinya di areal PTPN I”. jelas Adi Yusfan. Sebab kata Adi Yusfan melanjutkan ”sejak awal dibukanya areal kelapa sawit di Kebun Tualang Sawit tidak ada membunuh gajah, apa lagi sekarang, pohon sawit sudah besar/dewasa dan tinggi, sehingga keberadaan gajah diareal tersebut tidak mengganggu bagi tanaman kelapa sawit PTPN I.” Ò
Contact Person;
Adi Yusfan
Kepala Urusan Humas & Protokoler
PT Perkebunan Nusantara I (Persero)
É 0641 21701 È 0813 6068 2225
|
Senin, 04 Juni 2012
PTPN-I Tidak Meracuni Gajah
Jumat, 01 Juni 2012
Kasus Trafficking Meningkat di Aceh
Kota Langsa | Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Provinsi Aceh Sosialisasikan undang-undang pemberantasan
perdagangan perempuan dan anak. Sosialisasi tersebut diikuti puluhan peserta
dari unsur pemerintahan, Organisasi Perempuan dan perangkat desa dari Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang
(29/5) di Hotel Harmoni Kota Langsa.
Kasubbid Peningkatan Kualitas
Hidup Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi
Aceh Amrina Habibi mengatakan, kasus traficking (Perdagangan Manusia) di Aceh
meningkat.
Dalam tahun 2011 saja di Kota
Langsa tercatat ada 3 kasus traficking, Aceh Timur 3 kasus dan Aceh Tamiang 3
kasus. Sejak tahun 2006 sampai dengan September 2007, ada 5 kasus perdagangan
manusia yang terjadi di wilayah hukum Polda Aceh.
Dari hasil kunjungan Gugus Tugas
Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A) Provinsi Aceh ke Batam pada
bulan Agustus 2007 ada 4 korban perdagangan manusia yang berasal dari Aceh yang
telah ditangani oleh Pemerintah Kota Batam. Sedangkan data yang dikeluarkan
oleh Polda Sumatera Utara pada Workshop Trafficking in Person yang dilakukan
oleh Pusaka Indonesia di tahun 2006 menyebutkan ada sebanyak 2 korban yang
ditangani Polda Sumatera Utara yang berasal dari Aceh Besar Provinsi Aceh.
Berdasarkan data yang ada secara
nasional, banyak korban perdagangan manusia yang berasal dari Aceh. Menurut
data IOM 2005, ada 13 kasus perdagangan manusia asal Aceh. Dari laporan tahun
2006, Komnas Perempuan Indonesia telah menemukan 9 kasus perdagangan manusia
yang melibatkan perempuan Aceh.
Dilatarbelakangi kondisi-kondisi
tersebut, dan juga sebagai pertanggungjawaban Pemerintah Daerah Aceh dalam
mengimplementasikan KEPRES NO.88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN)
Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, maka pada tanggal 6 Februari 2007
Gubernur Provinsi Aceh telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No.8 Tahun 2007
tentang pembentukan Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
(Trafficking) yang merupakan satuan kerja khusus untuk melakukan upaya
penanggulangan tindak pidana perdagangan manusia di Provinsi Aceh. Langkah
tersebut sejalan dengan UU No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang.
Kasubbid Peningkatan Kualitas
Hidup Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi
Aceh Amrina Habibi juga menyebutkan, faktor penyebab terjadinya tindak pidana
perdagangan manusia (Trafficking) antara lain, faktor ekonomi, kemiskinan dan
kelangkaan lapangan pekerjaan, faktor sosial budaya seperti relasi yang tidak
seimbang antara laki-laki dan perempuan, masih tingginya kecendrungan
perkawinan diusia muda dan gaya hidup konsumtif yang dapat menjadi titik lemah
ketahanan keluarga dan masyarakat.
Faktor pendidikan yang masih rendah dan
belum tersebarnya informasi yang utuh dan lengkap tentang trafficking, serta
faktor penegakkan hukum yang masih lemah yang belum mampu menembus jaringan
trafficking yang sudah terbangun dengan sistematis.
Langganan:
Postingan (Atom)