var addthis_config = {"data_track_addressbar":true};

toneng.blogspot.com

Kamis, 24 November 2011

Keberadaan Perusahaan di Aceh Timur di Nilai Belum Sejahterakan Rakyat

ACEH TIMUR - Sebagai Negara yang bercorak agraris, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai amanat karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, adalah potensi yang sangat besar untuk perkembangan perkebunan dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karna itu setiap perkebunan harus diselenggarakan berdasarkan atas asas dan manfaat yang berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan serta keadailan.
         
Perkebunan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional terutama dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penerimaan Devisa Negara, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku dalam negeri serta optimalisasi pengolahan sumber daya alam secara berkelanjutan.
         
Seperti yang tertuang dalam pasal 33 (3) UUD 1945 yaitu bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Namun demikian dalam ketentuan umum yang telah ditetapkan dan diterapkan oleh peraturan serta undang-undang yang harus dipatuhi dan wajib dijalankan oleh para pengusaha perkebunan, namun realisasi dilapangan masih bertolak belakang, bahkan banyak aturan-aturan yang dilanggar oleh pengusaha kebun terutama para pemegang Hak Guna Usaha ( HGU ) yang ada di Aceh Timur.
         
Menurut Ketua LSM FAKTA, R.Wiranata kepada wartawan (26/09)  mengatakan untuk Kabupaten Aceh Timur tercatat 24 perusahaan  perkebunan besar yang telah mendapat HGU dengan luas 56.971.19 Ha dan di tambah 1 (satu) BUMN seluas 20.319.43 Ha, jadi luas keseluruhan mencapai 77.290.62 Ha.
         
Dengan luas areal perkebunan yang sedemikian luasnya, andai saja semua pengusaha perkebunan menjalankan amanat UUD 1945 sebenarnya rakyak Kabupaten Aceh Timur tidak ada lagi yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan jika mereka para pengusaha perkebunan dapat menerapkan Permentan No.26 Tahun 2007,dengan membuat kebun plasma minimal 20% dari luas HGU nya, maka  kesejahteraan dan kemakmuran masayarakat akan terwujud. Tetapi sayangnya semua peraturan yang ada belum sepenuhnya di jalankan oleh pengusaha perkebunan yang sesuai dengan perkembangan lingkungan yang strategis, apabila setiap pengusaha perkebunan menjalankan sesuai peran dan tanggung jawabnya, maka akan menjadi ringan tugas pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskinan.
         
Padahal dalam Permentan BAB III disebutkan bahwa syarat dan tata cara permohonan izin usaha perkebunan  dalam pasal 15 disebutkan untuk memperoleh IUP-B setiap perusahaan perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati/walikota atau Gubernur sesuai dengan lokasi areal  dan dilengkapi persyaratan seperti surat pernyataan kesediaan membangun kebun untuk masyarakat dan pasal 11 yang dilengkapi dengan rencana kerjanya, serta pernyataan untuk melakukan kemitraan. Dalam pasal 17 Permentan juga disebutkan untuk mendapatkan IUP harus dilengkapi dengan surat pernyataan  kesediaan dan rencana kerja pembanguanan kebun untuk masyarakat.


Keberadaan perkebunan atau HGU yang berada di Aceh Timur luasnya mencapai sekitar 77 ribu hektar lebih dari 25 jumlah HGU namun demikian belum ada memberi manfaat dan kontribusi yang positif kepada masyarakat sekitar, cenderung selalu menimbulkan konflik bahkan menyengsarakan rakyat Aceh, dari sisi lain memang ini merupakan kebutuhan pembangunan dan peningkatan pendapatan bagi daerah, setiap perusahaan atau pemegang HGU selama ini hanya mencari keuntungan sendiri tidak melihat sisi lain baik itu masyarakat atau pun lingkungan yang disekitarnya.

Terlebih lagi adanya Undang-undang, peraturan pemerintah yang ditetapkan justru tidak dihiraukan oleh para pemegang HGU tidak terkecuali, disini  perlu dituntut kepada pemerintah dan pihak terkait untuk lebih tegas dalam menyikapi dan melakukan pengawasan terhadap para pengusaha dan pemegang HGU supaya lebih terti9b dan mematuhi UU serta peraturan.

Tiga LSM di Aceh Timur yaitu LSM FAKTA yang diketuai oleh Rabono Wiranata, LSM PERMASTEK, yang diketuahi oleh Ibnui Hajar,LSM Cakradonya yang diketuai oleh Helmy Munir S.pi, yang saat ini dalam program kerjanya memonitoring atas keberadaan kebun budidaya tanaman serta HGU-HGU yang berada di Aceh Timur, ternyatqa banyak ditemukan penyimpangan serta pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah pemegang HGU di Aceh Timur.

Dari 25 HGU dan beberapa PBSN/perkebunan perseorangan di Aceh Timur yang saat ini telah dilakukan gugatan oleh ketiga LSM tersebut yaitu PT Padang Palma Permai minamas group SIMEDARBY milik Malaysia yang berada di daerah Peutrelak Aceh Timur, yang saat ini masih dalam proses penyidikan pihak  Krimsus Polda Aceh.

Hasil temuan dilapangan dari luas areal kebun budidaya tanaman PT PPP(PT Padang Palma Permai) minamas grup SIMDARBY tersebut seluas 5000 hekta dengan dua sertifikat, PT PPP Blang simpho/Paya Meuligo seluas 2000 hektar dengan SK.61/HGUY/DA/87 tanggal 13-12-1987 berlaku s/d 31-12-2022, dan yang 3000 dengan  SK.63/HGU/DA/78 tanggal 14-11-1979 berlaku s/d 31-12-2009, namun sampai dengan saat ini belum ada perpanjangan HGU.

Juga PT Padang Palma Permai tidak ada melakukan pembuatan kebun Plasma untuk msyrakat sekitar yang diwajibkan sesuai dalam peraturan Menteri Pertanian nomor 26 tahun 2007.
Disisi lain keberadaan perusahaan perkebunan PT Padang Palma Permai minamas grup SIMEDARBY, berdasarkan hasil identifikasi ketiga LSM tersebut bersama petugas Panologi Disbun kabupaten Aceh Timur ada menemukan  areal  diluar HGU seluas 1200 hektar dilokasi desa Cek mbun kecamatan Peurelak, baru-baru ini  juga  ketiga LSM ini yang dimotori oleh Rabono Wiranata bersama tim Polda Aceh dan petugas Kanwil BPN Banda Aceh, ada menemukan ratusa dibeberapa titik lokasi penggarapan areal yang berada diluar HGUnya oleh PT Padang Palma Permai. 

Antara lain yaitu pada titik koordinat N:04⁰43’19,5”-E:097⁰50’58,2” lokasi ini berada di lokasi water plot. Dan titik kordinat   N:04⁰40’41,3”-E:097⁰47’10,1” lokasi didesa CekMbun. Serta pada titik kordinat N:04⁰42’02,5”-E:097⁰48’17,2” yang berada di desa Tualang Pateng hingga menuju desa Jengki.

Menurut  analisa dan kesimpulan kami bahwa  terhadap  penguasaan  serta penggarapan lahan kebun budi daya tanaman   tersebut  yang berda diluar HGUnya yang  diduga kuat  tidak memiliki izin yang sah dari Pemerintah,  kami anggap telah dengan sengaja  melakukan kelalaian terhadap penguasaan serta penggarapan areal kebun budidaya tanaman  yang tidak mematuhi perundang-undangan serta peraturan pemerintah yang berlaku.

Dengan demikian terhadap penguasaan dan penggarapan kebun  budidaya tanaman yang dikuasai oleh PT Padang Palma Permai tersebut, merupakan kejahatan dan atau  yang dapat dijerat kepada pidana murni.
Dimana telah disebutkan dalam buku Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan pada pasal 17 ayat (1) Setiap pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu wajib memiliki izin perkebunan.jelas Rabono Wiranata
Ketentuan Pidana.
1    Melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan

·         Ayat(1)Setiap orang yang dengan sengaja melakukan budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industry pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu tidak memiliki izin usaha perkebunan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) diancam dengan pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun  dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000.-(dua milliar rupiah)

·         Ayat (2) Setiap orang yang karena kelalaian melakukan budidaya tanaman dengan luasan tanah terentu dan/atau usaha industry pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu tidak memiliki izinusaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) diancam dengan pidana penjaran paling lama 2 (dua) tahun 6(enam) bulan dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000.-(satu milliar rupiah)

2      Melakukan perbuatan melawan hukum tentang Peraturan Menteri Pertanian Nomor.26 tahun 2007.

·         Pasal 5 ayat (1) yaitu setiap usaha budidaya tanaman perkebunan yang luas lahannya di bawah 25 hektar harus didaftar oleh Bupati/Walikota.

·         Pasal 6 ayat (1) yaitu setiap usaha budidaya tanaman perkebunan yang luas lahannya di atas 25 hektar atau lebih wajib memiliki izin

3      Melakukan perbuatan melawan hukum terhadap peraturan dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang pertanahan

4      Melakukan perbuatan melawan hukum terhadap peraturan dan Undang-undang  Nomor 13 tahun 2003 tentang ketegakerjaan.

5      Melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Undang-undang Perpajakan No.12/1985 sejak menguasai dan menggarap areal perkebunan dan atau budidaya tanaman tersebut sehingga menimbulkan kerugian Negara, dalam hal ini dapat di pidana penjara selama-lamanya 2(dua) tahun dan denda setinggi-tingginya 5 kali pajak terutang.tegas Rabono Wiranata.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar