var addthis_config = {"data_track_addressbar":true};

toneng.blogspot.com

Selasa, 25 Oktober 2011

Aceh di Ambang Konflik Kekerasan

KBR68H - Kisruh politik berkepanjangan di Aceh mengancam negeri serambi mekah itu ke arah konflik sosial dan kekerasan. Perdebatan Pemilukada Aceh tentang calon perseorangan, tak juga punya ujung jawaban.  Masing-masing pendukung dan anti calon perseorangan tetap ngotot pada pendiriannya. Malahan, mereka sudah memobilisasi massa untuk saling menjatuhkan satu sama lain. Sampai kini, partai politik di Aceh tetap berkeyakinan, calon perseorangan sebagai kepala daerah tak bisa dilakukan. Juru Forum Silaturahmi Parpol Aceh, Mawardy Nurdin menafsirkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh hanya memolehkan pemilihan kepala daerah berlaku sekali. Itu, saat keamanan di Aceh masih belum pulih, beberapa tahun lalu. "Dalam Pasal 25 ayat 6 disebutkan calon independen itu, hanya berlaku sekali, pada masa peralihan 2006. Pada saat itu, keinginan dari pada rekan-rekan dari Gerakan Aceh Merdeka ini menyalurkan aspirasi politiknya, sebelum terbentuk partai lokal," kata dia.

Selain parpol Aceh, DPR Aceh juga menolak calon perseorangan untuk maju di pemilukada. Kini, DPR Aceh meminta penafsiran dari Mahkamah Konstitusi soal pasal calon persorangan pemilukada Undang-Undang Pemerintahan Aceh. "Kami bersama DPR Aceh masih menunggu putusan dari Mahkamah Konstitusi soal ini. Kami berjanji akan mengikuti putusan MK," kata Mawardy Nurdin.

Kisruh politik di Aceh ini berawal saat DPR Aceh membuat aturan larangan calon perseorangan untuk menjadi kepala daerah lewat peraturan daerah atau Qanun. Namun, aturan ini ditolak pemerintah Aceh. Pasalnya, calon perseorangan pemilukada Aceh diperbolehkan Mahkamah Konstitusi.

Anjing berlalu kafilah tetap berlalu. Proses pelaksanaan pemilukada di Aceh terus berlangsung. Pergantian kepala daerah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota harus tetap dilaksanakan. Koordinator Komite Independen Aceh, Abdul Salam mengatakan, saat ini bakal calon kepala sudah masuk tahap tes kesehatan. KIP Aceh juga sudah mulai mendata daftar pemilih tetap. "Di tingkat kabupaten dan kota, sudah menjalani tes kesehatan. Itu ada 129 pasangan calon. Sementara di tingkat provinsi, sudah ada 3 pasangan calon. Dua di antaranya dari calon independen, satunya dari salah satu partai lokal di Aceh," katanya.

Koordinator KIP Aceh, Abdul Salam menambahkan, masalahnya kini salah satu partai lokal paling besar di Aceh, Partai Aceh, belum mendaftarkan calonnya. Sebab, partai ini belum setuju dengan keikutsertaan calon perseorangan dalam pemilukada. "Kami sudah memberikan mereka kesempatan untuk mendaftar, hingga 7 Oktober kemarin. Tapi tak ada yang mendaftar," lanjutnya.

Ketidakikutsertaan Partai Aceh dalam pemilukada kali ini dikhawatirkan mendorong kisruh politik menjadi konflik sosial dan kekerasan. Gabungan LSM HAM di Aceh, Masyarakat Sipil Pro Perdamaian khawatir pemimpin Partai Aceh, akan memobilisasi kadernya untuk menggagalkan tahapan pemilukada yang kini sedang berjalan. Aktivis Masyarakat Sipil Pro Perdamaian, Evi Narti Zain meminta Presiden Yudhoyono untuk turun tangan untuk menyelesaikan konflik politik di Aceh, sebelum berakhir pada konflik kekerasan. "Semestinya, ini Presiden Yudhoyono untuk turun tangan dalam menyelesaikan konflik politik di Aceh," kata dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar