var addthis_config = {"data_track_addressbar":true};

toneng.blogspot.com

Senin, 24 Oktober 2011

Kisruh Pilkada Aceh, Mengarah Ke Radikalisme Massa?

KBR68H Gabungan LSM  di Aceh khawatir bila Kisruh Pilkada didaerah itu terus  berlarut-larut dan  bisa mengarah kepada tindakan radikalisasi massa.  Apa solusi atas masalah ini? Juru bicara Forum Silaturahmi Parpol Aceh, Mawardi Nurdin membahasnya dalam perbincangan berikut ini.
Sekarang sedang menunggu putusan dari Mahkamah Konstitusi soal aturan Qanun?
Kalau putusan Mahkamah Konstitusi sudah ada, bahwa calon independen dibenarkan untuk wilayah Aceh. Tapi dari DPR, terutama yang dimotori oleh Partai Aceh yang mengatakan bahwa itu tidak sesuai dengan Undang-undang Pemerintah Aceh, Pasal 256 yang menyatakan bahwa calon independen itu hanya satu kali berlakunya tahun 2006.
Jadi meminta Mahkamah Konstitusi untuk meninjau ulang?
Iya, mengajukan keberatan dan kita belum tahu Mahkamah Konstitusi akan melakukan persidangan atau putusannya.
Persoalannya, kalangan LSM khawatir bahwa konflik yang berlarut-larut nanti akan menimbulkan perseteruan di masyarakat. Tanggapan anda?
Iya kita juga khawatir. Tapi, kalau Kapolda dan Pangdam sudah menyatakan bahwa situasi aman dan kita juga melihat memang situasinya cukup aman, dari Partai Aceh mereka juga tidak akan memboikot, tidak akan melakukan sesuatu yang anarkis tapi ingin agar Undang-undang Pemerintah Aceh itu bisa dilaksanakan secara penuh. Jadi tidak ada pencabutan satu per satu oleh Mahkamah Konstitusai.
Bagaimana komitmen partai-partai politik yang ada di sana untuk mencegah supaya masyarakat tidak menjadi korban dalam hal ini kemudian terjadi benturan antar massa secara horisontal?
Kita mengharapkan adanya penyelesaian dan kita juga meminta pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Dalam Negeri, Menkopolhukam untuk memfasilitasi adanya perbedaan-perbedaan dan sudah beberapa kali dilakukan pertemuan di Departemen Dalam Negeri. Pada saat itu sudah ada beberapa opsi diberikan, yang pertama adalah penundaan Pilkada. Kedua, akan ditunjuk pejabat sementara gubernur, bupati, walikota di semua daerah yang akan ada pemilihan. Ketiga tentu keputusan Mahkamah Konstitusi ini harus diterima dan dimasukkan dalam Qanun atau didalam peraturan daerah mengenai Pilkada. Tapi dari Partai Aceh ini menganggap apa yang dilakukan oleh KIP ini tidak sah atau ilegal, karena di dalam Undang-undang Pemerintah Aceh disebutkan bahwa KIP harus menjalankan tahapan-tahapan itu berdasarkan Undang-undang Pemerintah Aceh dan harus melalui DPR.
Menurut anda, ada semacam kepentingan masing-masing yang ingin dikedepankan dan berkuasa?
Kalau kita lihat dari Partai Aceh, terutama rekan-rekan mereka yang ada di DPR ingin Undang-undang Pemerintah Aceh dilaksanakan secara utuh, tidak diganggu gugat karena Undang-undang itu dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia, bukan mereka yang buat dan itu hasil perundingan yang panjang dari MOU Helsinki.
Apa yang sudah dilakukan dan akan dilakukan Forum Silaturahmi Parpol Aceh supaya tidak mengesankan lepas tanggung jawab?
Forum ini kita buat dalam rangka itu, kemudian kita melihat bahwa KIP jalan sendiri, gubernur jalan sendiri. Jadi kita melihat bahwa kalau ini  terjadi akan ada konflik, konflik regulasi, konflik partai politik, konflik sosial yang kita khawatirkan nanti konflik horisontal diantara masyarkat. Oleh karena itu kami dari partai nasional bersedia bergabung bersama-sama termasuk Partai Aceh, maka disebut Forum Silaturahmi Partai Politik. Jadi untuk memfasilitasi mempertemukan dan sudah beberapa kali ketemu ada KIP, gubernur, KPU, Bawaslu, Forum Parpol, DPR terakhir terjadi deadlock bahwa ada tiga opsi, Yang pertama mengatakan mereka menerima opsi pertama yaitu Pemilukada diulang, opsi kedua bahwa akan ada Pj. Gubernur. Tetapi opsi ketiga bahwa akan membahas kembali Qanun untuk diterima itu yang tidak mereka terima. Sedangkan dari pihak lain, katakanlah gubernur , pemerintah, dan sebagainya mengatakan bahwa yang pertama mereka ingin Pilkada tepat waktu, kedua tidak ada Pj. Gubernur, yang ketiga calon independen harus diterima secara utuh. Sehingga pada saat itu fasilitatornya dari Departemen Dalam Negeri dan Menkopolhukam menyerahkan kepada presiden, mereka mengatakan bahwa presiden juga tidak bisa mencampuri jadwal ini dan tidak bisa menunda kecuali tiga hal yaitu terjadi kerusuhan, bencana alam, tidak tersedia dana. Oleh karena itu presiden menyarankan, kalau memang dari Partai Aceh itu komplain atau keberatan terhadap keputusan MK, maka mereka harus mengajukan keberatan. Mereka sedang menunggu apakah MK ini diputus bagaimana, boleh atau tidak calon independen, yang kedua mungkin dari putusan MK itu terjadi ruang untuk pendaftaran kembali. Tentu kita mengharapkan Partai Aceh yang notabene adalah pemenang Pemilu tahun 2006 dan partai lokal yang cukup dominan di Aceh, itu kalau bisa ikut Pilkada ini, kalau mereka tidak ikut seperti sayur tanpa garam, kualitas dari Pilkada juga kita khawatirkan kurang bermutu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar